Yayasan TLM Memperkenalkan Tanaman Baru Yang Menambah Penghasilan Petani Di Pedalaman Sumba

By jerrybrand,

Lapa Hihi (45) adalah salah satu petani musiman di desa Ngaru Kanoru kecamatan Umalulu Kabupaten Sumba Timur.

Keseharian Lapa Hihi sebagai petani musiman ialah mengolah lahan miliknya untuk menanam jagung, umbi-umbian dan kacang-kacangan yang digunakan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari, sambil beternak sapi, babi dan kerbau di sekitar rumahnya.

Pada tahun 2014 Yayasan TLM melalui fasilitator desa memilik desa Ngaru Kanoru sebagai salah satu desa binaan yang kemudian membentuk kelompok kebun Produktif dengan nama “Mondu Lambi“.

Awalnya bapak Lapa Hihi tidak bergabung dengan anggota kelompok kebun produktif binaan Yayasan TLM tetapi setelah melihat aktifitas anggota kelompok yang bertanam sesuai dengan Standar Oprasional Prosedur (SOP) yang benar yaitu mulai dari cara pembuatan bedengan, pembuatan pupuk, cara merawat tanaman sampai pada cara memanen, maka beliau meminta untuk ikut bergabung dan menjadi anggota kelompok.

“Pertama saya tidak mau ikut dengan ini kelompok karena saya pikir hanya buang waktu dan tidak dapat hasil, lebih baik saya tanam sendiri, dia punya hasil lebih banyak” Ucap Lapa Hihi.

“Tetapi waktu saya lihat dorang (mereka_red), punya kerja bagus dan dia punya hasil banyak lagi, akhirnya saya minta untuk gabung dengan dorang dan kerja sam”. Lanjut Lapa Hihi menjelaskan.

Lelaki paruh baya ini juga adalah petani yang terkenal sangat rajin di desa Ngarukanoru, tetapi dengan pengetahuannya yang sangat terbatas tentang pertanian maka awalnya ia hanya menanam tanaman yang diketahui nya saja seperti singkong,kacang-kacangan dan jagung.

Setelah bergabung menjadi anggota kebun produktif desa Ngarukanoru, ia sekarang sudah sangat pandai dalam bertani, bercocok tanam berbagai jenis tanaman hortikultura yang baru bagi mereka dan masyarakat sekitar berkat pendampingan dari fasilitator Yayasan TLM.

“kami baru kenal yang namanya Kol Bunga, Kol Krop, Brokoli, Pepaya California, buah naga, bit, Bawang Tuk-Tuk dan lain-lain. Dulu tidak tau” ungkapnya.

Sehingga selain ilmu dan pengalaman mereka bertambah di bidang pertanian, Lapa Hihi juga sangat aktif membantu instalasi proyek air yang di lakukan Yayasan TLM di Desa Ngarukanoru seperti pembuatan bendungan, instalasi pompa hydram dan pemasangan saluran pipa serta pembuatan bak-bak penampungan sehingga ia kini menjadi kader pendampingan Yayasan TLM di Desa Ngarukanoru.

Iapun mengungkapkan rasa syukurnya bisa bergabung dengan kelompok kebun produktif binaan Yayasan TLM yang sangat menolongnya bercocok tani terpadu dan menambah penghasilah keluarga.

“saya ucap terimakasih untuk TLM yang sudah ajar kami tanam-tanam dan bisa tambah-tambah penghasilan karena awalnya kami tidak tau, sekarang sudah bisa sendiri” Tutupnya. (Vembry Lomi)

  Tags:
  Comments: None

Yayasan TLM Menyebar “Virus” Bertani Organik Bagi Masyarakat Desa Nekmese, Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang.

By jerrybrand,

Sefnat Ora (45) yang kesehariannya menjadi petani membudidayakan tanaman buncis di Desa Nekmese Kecamatan Amarasi Selatan Kabupaten Kupang.

Ia kini mulai belajar budidaya pertanian berdasarkan Standart Operasianal Persedur (SOP) dan diterapatkan pada tanaman yang tidak pernah ia budidayakan seperti sayuran daun, Kol Bunga, Lombok dan Paria.
Awalnya pria 4 anak ini berkunjung ke kebun Produktif Desa Nekmese binaan Yayasan Tanaoba Lais Manekat (YTLM) untuk membeli sayur kangkung.

Sesampainya di kebun, ia melihat bedengan yang lebar 1 meter, panjang 10 meter, tinggi 40 cm dengan drainase 50 cm yang tertata rapi berjejeran dan ditanami sayuran daun, sayuran buah, sayuran umbi dan dibudidayakan secara organik.

Karena ketertarikannya akan Teknik pengolahan lahan dan budidaya yang ada di kebun produduktif Nekmese, Sefnat kemudian meminta fasilitator Yayasan TLM untuk mendampingi proses budidaya tanaman di lahan seluas 40 meter kali Panjang 80 meter miliknya.

“Dulu saya tanam Buncis tidak pakai Bedeng, saya hanya tanam seperti jangung saja dan pada saat penyiraman selang yang saya pakai sering merusak tanaman dan banyak yang patah” Ungkapnya.

Lebih lanjut pria yang akrab disapa Om Sef ini mengisahkan pengalamannya bercocok tanam dengan menggunakan pupuk kimia yang cukup mahal biaya operasionalnya.

“Saya tanam juga pakai pupuk kimia (Pupuk Urea) jadi saya kewalahan soal keuangan karena setiap tahun saya tanam, dosis pupuknya harus bertambah jika tidak maka tanaman tidak akan subur, kemudian tanah kebun saya pun rusak (pecah-pecah) dan untuk penjualan juga saya harus ke pasar Oesao untuk jual karena disini hampir semua petani tanam buncis jadi saya jual juga tidak laku”, Jelas Sefnat saat berbincang-bincang dengan Umbu sabarua, fasilitator pertanian Yayasan TLM di Nekmese belum lama ini.

Dari sinilah Sefnat mulai termotivasi untuk bercocok tanam “mengadopsi” pola tanam yang berbeda dengan yang biasa ia terapkan yakni sistim pertanian organik.

Sefnat mengisahkan tentang kebun miliknya sekarang berbeda dengan sebelumnya karena ia sudah membuat bedengan, menggunakan pupuk organik (Pupuk Cair Organik, Bokasi), menerapkan system rotasi tanaman, hingga teknik pemasaran yang lebih efektif dan mudah karena pembeli cenderung memilih yang organik.

“Setelah saya buat bedengan, selang tidak tekan tanaman karena sudah ada drainase, saya juga sudah pakai pupuk organik jadi tidak susah cari bahan karena kotoran hewan banyak tinggal saya ambil campur EM4 dan daun-daun untuk tanaman. Saya tanaman sayuran daun seperti kangkung dan sawi tidak hanya buncis seperti dulu”. jelas Sefnat dengan wajah berseri-seri.

Untuk memasarkan hasil panennya-pun ia berkonsultasi dengan fasilitator Yayasan TLM saat panen sehingga terkadang hasil panennya saya sampai di jual ke pasar Oesao dan Kupang tetapi laku terjual di tetangga dan masyarakat sekitar desa Nekmese karena banyak peminat sayuran organic.

Sefnat Ora yang sekarang sudah menjadi salah satu anggota bimbingan petani di luar kelompok pertanian Yayasan TLM ini, mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan karena melalui Yayasan TLM ia diperkenalkan teknik budidaya tanaman hortikultura secara terpadu dengan system organic sehingga lebih produktif dan mudah dipasarkan.

“Jadi secara pribadi saya dan keluarga berterimakasih sudah bimbing kami dan saya harap ini terus berlanjut karena saya masih perlu belajar banyak”. Tutup Sefnat. (Umbu Sabarua)

  Tags:
  Comments: None