Yumina Banu (58) seorang janda. Mantan suaminya adalah Benyamin Mone Weo (meninggal beberapa tahun lalu). Dia tidak memiliki anak dari suaminya tetapi mereka mengadopsi seorang anak laki-laki bernama Sepriyanto Banu (19) siswa sekolah menengah atas sejak dia berusia 2 tahun.
Yumina dan putranya tinggal di sebuah rumah kumuh yang sangat kecil di Jalan Hati Mulia-Oebobo, Kota Kupang. Setiap hari ia bekerja sebagai tukang cuci kepada tetangganya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama biaya sekolah anaknya.
Kondisi rumah mereka tidak cukup baik hingga saat badai Seroja menerjang tahun lalu, menyebabkan kerusakan besar saat itu.
Yumina sambil menangis bersaksi bahwa pada malam badai datang, bersama putranya mereka hanya bisa berdoa untuk keselamatan mereka karena atap rumah mereka hilang saat hujan, badai dan banjir di luar rumah. Untungnya, seorang tetangga datang dan membawa mereka ke rumah mereka.
Dia bersaksi bahwa, pertolongan pertama bagi mereka saat itu berasal dari gereja yang akhir-akhir ini dia tahu bahwa itu bantuan dari Yayasan TLM.
Yumina bersyukur tidak hanya makanan dan sembako yang diberikan, sekarang ia juga terbantu dengan program renovasi rumah ini. “Sebagai janda saya sangat ingin berterima kasih kepada TLM dan gereja yang telah membantu saya merenovasi rumah saya, jujur saya tidak mampu membeli bahan bangunan, terima kasih telah menyediakan dinding, semen, paku dan seng. Semoga Tuhan memberkati TLM dan para donatur yang banyak mendukung kami” ujar Yumina.
Ephania Mbuik (54) seorang ibu rumah tangga menikah dengan Absalom Mennoh dan dikaruniai empat orang anak. Tiga laki-laki dan satu perempuan.
Bersama keluarganya, Ephania tinggal di Desa Kolobolon, kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Sebelum bergabung dengan Program Kebun Produktif Yayasan TLM, sehari-hari Ephania membantu suaminya untuk mengolah sawah mereka dan dari hasil panen tahunan tersebut, mereka menjual beras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun selain panen hanya setahun sekali, terkadang sawah mereka mengalami gagal panen. Ephania kemudian memutuskan untuk mengikuti program kebun produktif TLM.
Ephania bersyukur karena sudah lebih dari delapan tahun mengikuti program kebun produktif Yayasan TLM, bersama anggota kelompok kebun lainnya, ia mendapat banyak pelajaran melalui pelatihan dan pendampingan cara menanam berbagai macam sayuran, kacang-kacangan, bawang merah, mentimun dan khususnya buah naga.
Dari berkebun, Ephania kini mampu menghasilkan pendapatan lebih dari 20 juta rupiah dari penjualan buah naga dalam satu musim panen (Desember hingga Mei). Ephania dapat membantu suaminya, Absalom untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, memperbesar bisnis kios kecil mereka dan terlebih lagi mereka berhasil mengirim ketiga anak laki-laki mereka ke universitas terbaik di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Selain itu, sejak Ephania menanam sayuran sendiri, dia bisa menghemat uang karena dia tidak perlu membeli sayuran seperti dulu. Ephania juga tidak perlu bekerja di sawah orang lain sebagai buruh untuk mendapatkan uang tambahan karena sudah memiliki sumber pendapatan tetap di desa tersebut.
Dia berterima kasih kepada Yayasan TLM yang telah memberikan kesempatan ini bagi orang-orang seperti dia untuk hidup mandiri di desa.
“Saya sangat berterima kasih kepada Yayasan TLM yang telah memperkenalkan “Tanaman Kaktus” (Buah Naga) ini kepada kami. Pada tahun pertama dan kedua kami menanam 65 pohon buah naga di kebun dan pada tahun keempat kami memperluas menjadi 2 ribu pohon buah naga dan sekarang dalam satu musim, kami masing-masing (28 anggota) kami dapat menghasilkan pendapatan lebih dari 10 juta rupiah. Saya sendiri bisa mendapatkan lebih dari 20 juta rupiah dalam satu musim. Puji Tuhan, dari “kaktus” ini saya dapat mengirim anak-anak saya ke jenjang pendidikan tinggi dengan biaya sekolah yang cukup mahal, dengan biaya lebih dari lima juta rupiah per semester. Saya dan suami tidak pernah membayangkan bahwa kami dapat memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anak kami. Tuhan itu baik.” Ujar Ephania.
Dalam rangka memperingati 9 tahun Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014, Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KEMENDES PDTT) memilih Kabupaten Rote Ndao, Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai tempat perhelatan pesta rakyat itu, sekaligus menyampaikan pidato Mentri Dr (H.C), Drs. Haji Abdul Halim Iskandar, M.Pd.
Acara yang digelar sehari di lapangan mercusuar Kota Ba’a pada Sabtu (14/1/2023), tersebut di mulai dengan kunjungan kerja Kemendes Gus Halim Bersama rombongan ke Desa terselatan Indonesia yakni desa Dodaek, Kecamatan Rote Selatan, meninggalkan jejak kaki sebagai prasasti pada titik Nol Selatan NKRI.
Dalam pidatonya Gus Menteri menyatakan alasannya memilih kabupaten Rote Ndao untuk di gelarnya acara tersebut di daerah perbatasan sebagai bentuk rasa syukur bahwa Undang-undang desa telah memfasilitasi kebangkitan desa-desa di daerah pinggiran Indonesia.
“Usia Sembilan tahun Undang-Undang Desa telah terbukti mampu torehkan prestasi, penuhi janji, dan berkontribusi bagi pertiwi. Inilah Nawa Warsa, Sembilan Tahun Undang-Undang Desa. Membangun dari perbatasan Indonesia,” ungkap Bapak Menteri yang akrab di sapa Gus Halim itu.
Sementara itu, panitia beserta pemerintah daerah, para kepala desa dan masyarakat sudah memadati lokasi pesta rakyat tersebut yang turut dimeriahkan oleh artis Nasional asal NTT Marion Jola, dan beberapa artis lokal lainnya. Panitia pun menyediakan tenda untuk pelaku UMKM baik dari kabupaten maupun BUMN, BUM Desa, koperasi, LSM dan swasta untuk memamerkan dan menjual produknya baik barang maupun jasa.
Tidak ketinggalan Yayasan TLM-GMIT yang selama ini berprogram di kabupaten Rote Ndao pun turut meramaikan pesta rakyat tersebut dengan memamerkan program-program pemberdayaannya di NTT khususnya di kabupaten pilihan Gus Mentri untuk dikunjungi tersebut.
Dalam kesempatan tersebut Staf Ahli Kemendes PDTT bidang Kemitraan, Samsul Widodo Bersama beberapa rekannya ketika mengunjungi stan Yayasan TLM menyampaikan kesannya pada saat mendengar penjelasan salah seorang staf TLM tentang program-program pemberdayaan masyarakat yang di kerjakan oleh Yayasan TLM di Kabupaten Rote Ndao.
“Wah ini sangat menarik, saya ambil nomor kontak kamu ya, nanti akan saya hubungi kalau-kalau ada hal yang perlu kita kerjakan Bersama di NTT” Kata Samsul kepada Staf YTLM seusai mendengar penjelasan tersebut.
Rano Adu, salah satu staf Yayasan TLM ketika di kunjungi oleh para tamu menjelaskan program-program kerja Yayasan bahwa ada kurang-lebih 10 program pemberdayaan masyarakat yang di jalankan oleh TLM di Kabupaten Rote Ndao, tetapi yang diimplementasikan hanya beberapa saja.
“Program kerja Yayasan TLM di Rote Ndao seperti Kebun Produktif di Desa kolobolon, Lidamanu, Maubesi dan Modosinal. Ada peternakan Babi di Desa Lidamanu dan Maubesi, Peternakan ayam Broiler di desa Kolobolon, Lidamanu dan Maubesi, Program pelatihan Industri Rumah Tangga untuk pengolahan bubuk jahe organic, keripik pisang, kacang bawang, ada pelatihan menjahit, pangkas rambut, pendampingan BUMDESA Bersama di kecamatan Lobalain, Pelatihan dan pendampingan Undang-Undang Desa bagi 12 Desa di Kabupaten Rote Ndao juga ada program air bersih di beberapa desa mitra seperti Desa Oebole, Desa Tolama, Oematamboli, Suelain, Lidamanu, Maubesi dan Kolobolon.” Jelas Rano.
Selain gambaran program banner, hasil produk olahan industri rumah tangga seperti Bubuk Jahe Organik dari desa Kolobolon dan desa Maubesi, Keripik pisang balado dari desa Lidamanu, juga Buah naga pun dipajang dan dijual di stan pameran Yayasan TLM sebagai hasil dari pendampingan Yayasan TLM.
Salah satu penerima manfaat program dari desa Kolobolon, Loisa Zakaria-Ndun yang foto dirinya di jadikan latar pada stan pameran Yayasan TLM mengaku senang dan bersyukur ada pendampingan dari Yayasan TLM.
“Saya pribadi sangat bersyukur sejak ada pendampingan khususnya kebun produktif Buah Naga di Kolobolon, kami tahu pasti ada penghasilan setiap musim panen. Selain didampingi untuk penanaman dan perawatan tanaman selama ini, kami juga didampingi untuk penjualan jadi kami benar-benar merasakan manfaat dari pendampingan TLM.” Ungkap Loisa.
Iapun mengungkapkan terimakasih atas perhatian Yayasan TLM kepada kelompok kebunnya khususnya atas keluarganya yang kini mengalami peningkatan secara ekonomi.
Gerson Natbais, 40 tahun (PWD), menikah dan memiliki dua anak, yang pertama Perempuan berusia sebelas tahun, sekarang kelas tiga sekolah dasar dan yang kedua laki-laki berusia 4 tahun.
Gerson adalah orang multitalent yang tidak pernah menganggap kebutaannya sebagai penghalang untuk bekerja setiap hari demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Sebelum bergabung sebagai klien Yayasan TLM, Gerson pernah bekerja di MISI Susteran – Kupang selama 8 tahun sebagai terapis, ia kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri dari MISI Susteran dan mencoba bekerja secara mandiri dengan menyediakan layanan pijat door to door sebagai pekerjaan utamanya. Skill tersebut membuatnya bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp 200.000 hingga 300.000 per hari.
Gerson juga memiliki keterampilan bermain keyboard yang ia pelajari secara otodidak, dengan keterampilan ini ia terkadang dituntut untuk bermain dan bernyanyi di pesta pernikahan atau pesta keluarga. Sebelum pandemi covid-19, penghasilan yang bisa ia peroleh dari bermain keyboard sebesar Rp 150.000 hingga Rp 300.000.
Kendati demikian, Gerson merasa perlu memiliki penghasilan tetap yang bisa menghidupi kebutuhan keluarganya.
Inilah sebabnya mengapa ia memutuskan untuk bergabung dengan program Disabilitas Yayasan TLM. Ia tertarik untuk terlibat dalam pertemuan PWD yang diadakan oleh Yayasan TLM. Yayasan TLM juga melakukan pertemuan FGD yang membahas tentang keberlanjutan, kewirausahaan, kepercayaan diri, bagaimana menghadapi persaingan dalam bisnis dan membuat kemoceng. Selain itu, Gerson bersama PWD lainnya juga mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pijat yang lakukan oleh Yayasan HITBIA dan difasilitasi oleh Yayasan TLM. Pelatihan pijat ini bertujuan untuk mempersiapkan mereka bekerja di Rumah Sehat TLM.
Setelah bergabung dengan program FGD tersebut, Gerson mengajukan permohonan pinjaman PWD yang memberinya modal untuk memulai bisnisnya sendiri. Saat ini ia sudah dalam pinjaman putaran ke-3 dengan nilai Rp 3.000.000. Pinjaman ini digunakan untuk bahan kemoceng dan stok jualan untuk usaha kiosnya seperti kopi, gula, mie instan, makanan ringan, beras, dll. bisnis ini sangat membantu keluarga Gerson dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pendidikan anaknya. Usaha ini bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp 50.000 hingga rupiah. 100.000 per sekali tampil.
Selain memiliki bisnis kios baru yang diurus istrinya, Gerson dan 19 teman PWD lainnya juga bekerja sebagai terapis di Rumah Sehat Yayasan TLM. Ia bersyukur atas kehadiran Rumah sehat; dia memiliki tujuan di mana dia harus bekerja. Ia bekerja di rumah sehat TLM setiap hari Senin, Rabu dan Jumat.
“Saya sangat senang dan bersyukur, Yayasan TLM sediakan tempat usaha dan lapangan pekerjaan bagi kami orang disabilitas, mana ada orang mau pekerjakan kami. Terimakasih untuk Yayasan TLM” Ungkap Gerson. Karena Gerson dan keluarganya tinggal di rumah kontrakan selama lebih dari 10 tahun, dia sekarang memanfaatkan penghasilannya untuk membangun rumah keluarganya. Rumah itu sekarang sedang dalam proses pembangunan. Ia berharap pandemi ini segera hilang sehingga bisa bekerja kembali normal untuk mencari uang guna menghabisi rumah keluarganya.
Leany Anggraini Adu atau yang akrab disapa Leany lahir di Kupang, 12 April 1985. Leany adalah seorang lulusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Nusa Cendana (UNDANA). Leany belum menikah karena alasan meniti karier sebagai pelatih pada program Industri Rumah Tangga Yayasan TLM. Leany memulai pelayannnya di Yayasan TLM pada tahun 2011 lalu pada di Divisi Transformasi dan Pelatihan, bagian pelatihan nasabah KSP TLM pada waktu itu.
Leany mengisahkan, awal mula ia tertarik bergabung dan bekerja di Yayasan TLM karena selain ingin berkarier juga menyalurkan ilmunya sebagai pengajar. Dengan berbekalkan pengalaman mengajar di sekolah minggu di gereja lokalnya juga pengalamannya sebagai pengajar di organisasi compassion (PPA), ia yakin bisa melatih pada program pemberdayaan masyarakat khususnya ibu-ibu rumah tangga.
Ketika bergabung dengan Yayasan TLM, Leany pun diberi pelatihan Training of Trainer (ToT) untuk penguatan kapasitas sekaligus penyesuaian dari mengajar anak-anak ke melatih orang dewasa (ibu-ibu rumah tangga). Iapun dilibatkan dalam program magang home industry ke pabrik-pabrik olahan makanan, pelatihan manajemen usaha, Entrepreneurship, manajemen keuangan bahkan pelatihan pelayanan public (Costumer Service Excellent). Hal ini dilakukan oleh Yayasan TLM secara berkala untuk mempersiapkan staf pelatih agar lebih siap dan mampu melatih dengan materi-materi yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Dalam pelayanannya di masyarakat sebagai staf pelatih IRT, ia perlu melakukan tahapan-tahapan seperti; mempersiapkan materi sesuai topik pelatihan, SOP pelatihan, hand out/modul, bahan dan alat untuk praktek dan lain-lain.
Topik-topik pelatihan pun bervariasi sesuai permintaan kelompok berdasarkan hasil survey potensi baik potensi sumberdaya alam dan potensi sumberdaya manusia. Adapun topik yang pernah dilatih seperti; Pelatihan pengolahan ikan (ikan abon, nugget ikan, ikan asap, ikan dendeng), Pelatihan kripik ubi, stik labu, pisang, jagung, pengolahan kelor, pembuatan bakso, jamu herbal, bubuk kopi, bubuk jahe merah, Pelatihan menjahit, pelatihan mebel/tukang kayu, pelatihan bengkel tambal ban, pelatihan pembuatan souvenir dari kerang, pelatihan tenunan, pelatihan pangkas rambut, pelatihan salon kecantikan dan lain sebagainya.
Selain itu Leany juga memberikan pelatihan pengetahuan umum seperti; Sanitasi, human trafficking, nutrisi seimbang, Kesehatan reproduksi dan lain-lain. Tidak hanya memberikan pelatihan namun ia pun memberikan pendampingan pendirian usaha bagi yang mau memulai usaha baru setelah pelatihan serta pendampingan manejemen usaha bagi anggota yang mau mengembangkan usaha yang dijalankannya.
Leany Adu mengaku, ia kini lebih percaya diri dalam memberikan pelatihan industry rumah tangga kepada orang dewasa setelah kurang lebih 11 tahun melakoni profesi sebagai pelatih di Yayasan TLM. Selain percaya diri, ia kini lebih disiplin dalam melakukan segala sesuatu termasuk Ketika ia berada di tengah-tengah keluarga. Ini terjadi karena ia sudah terbiasa bekerja sesuai target dan SOP yang diberikan.
Leany mengakui bahwa melayani sebagai seorang pelatih bukanlah hal yang mudah. Hal ini dikarenakan ia harus jauh dari keluarga serta harus beradaptasi dengan lingkungan dan gaya hidup yang baru.
Leany menambahkan, ada banyak tantangan yang sering ia temui dalam melakukan pelatihan IRT, seperti; pola pikir peserta pelatihan yang seringkali masih tergantung dengan staf TLM dimana rata-rata masyarakat sudah terpola dengan bantuan, cenderung tidak mau berwirausaha.
“Sering terjadi, kita sudah kasih pelatihan, bantuan modal usaha dalam bentuk bahan dan alat produksi tapi tidak dilanjutkan. Kadang materi yang kita latih masih baru bagi mereka maupun masyarakat sekitar sehingga mereka kesulitan dalam memasarkan produk pasca produksi, ini yang terkadang membuat anggota malas untuk melanjutkan usaha” Kata Leany.
Walaupun demikian, Leany menyatakan ia selalu memberikan pendampingan lanjutan baik secara langsung maupun melalui telepon bagi anggota yang mau berkonsultasi tentang pengembangan usaha yang dilakukan, bahkan membantu mencarikan pasar bagi kelompok untuk memasarkan produk mereka.
Selain pendampingan pemasaran, Leany juga mendampingi kelompok-kelompok yang sudah rutin berproduksi untuk mendapatkan izin PIRT (izin Pangan Industri Rumah Tangga) sehingga produk mudah dipasarkan.
Sekalipun banyak hal yang membuat pekerjaan sebagai pelatih IRT tidak mudah, Leany mengatakan bahwa Ia bangga dan senang menjadi seorang pelatih karena ia melihat bahwa dengan menjadi seorang pelatih merupakan bukti kepedulian YTLM-GMIT kepada masyarakat pelaku usaha kecil. Dengan perubahan-perubahan positif yang terjadi pada masyarakat, Leany mengaku bahwa menjadi pelatih merupakan suatu pelayanan yang membanggakan Ketika menolong orang lain melalui pelatihan.
Leany juga mengemukakan bahwa alasan ia senang menjadi bagian dari YTLM-GMIT sebagai seorang pelatih; “Senang sekali melihat orang-orang yang semula tidak memiliki usaha, tetapi setelah mengikuti pelatihan memiliki semangat untuk membangun usaha mandiri, dan berhasil hingga meraup keuntungan mencapai 10 juta rupiah per bulan, kan ada kebanggaan tersendiri bagi saya sebagai pelatih. Selain itu saya senang bekerja di TLM karena TLM mempunyai kejelasan jenjang karir. Di TLM saya juga diajarkan untuk membuat target dan rencana kerja yang rasional dan professional. Bekerja di TLM merupakan berkat yang sangat luar biasa, tidak hanya bagi saya pribadi tapi juga bagi masyarakat juga keluarga saya.” Tutup Leany.