Dari “Kaktus” ini saya Kirim Anak-Anak Saya ke Perguruan Tinggi

By Ona Tasoin,

Ephania Mbuik (54) seorang ibu rumah tangga menikah dengan Absalom Mennoh dan dikaruniai empat orang anak.  Tiga laki-laki dan satu perempuan.

Bersama keluarganya, Ephania tinggal di Desa Kolobolon, kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur.  Sebelum bergabung dengan Program  Kebun Produktif Yayasan TLM, sehari-hari Ephania membantu suaminya untuk mengolah sawah mereka dan dari hasil panen tahunan tersebut, mereka menjual beras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Namun selain panen  hanya setahun sekali, terkadang sawah mereka mengalami gagal panen.  Ephania kemudian memutuskan untuk mengikuti program kebun produktif TLM.

Ephania bersyukur karena sudah lebih dari delapan tahun mengikuti program kebun produktif  Yayasan TLM, bersama anggota kelompok kebun lainnya, ia mendapat banyak pelajaran melalui pelatihan dan pendampingan cara menanam berbagai macam sayuran, kacang-kacangan, bawang merah, mentimun dan khususnya buah naga.

Dari berkebun, Ephania kini mampu menghasilkan pendapatan lebih dari 20 juta rupiah dari penjualan buah naga dalam satu musim panen (Desember hingga Mei).  Ephania dapat  membantu suaminya, Absalom untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, memperbesar bisnis kios kecil mereka dan terlebih lagi mereka berhasil mengirim ketiga anak laki-laki mereka ke universitas terbaik di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Selain itu, sejak Ephania menanam sayuran sendiri,  dia  bisa menghemat uang karena dia tidak perlu membeli sayuran seperti dulu.  Ephania juga tidak perlu bekerja  di sawah orang lain sebagai buruh untuk mendapatkan uang tambahan karena sudah memiliki sumber pendapatan tetap di desa tersebut.

Dia berterima kasih kepada Yayasan TLM yang  telah memberikan kesempatan ini bagi orang-orang seperti dia untuk hidup mandiri di desa.

“Saya sangat berterima kasih kepada Yayasan TLM yang telah memperkenalkan “Tanaman Kaktus” (Buah Naga) ini kepada kami. Pada tahun pertama dan kedua kami menanam 65 pohon buah naga di kebun dan pada tahun keempat kami memperluas menjadi 2 ribu pohon buah naga dan sekarang dalam satu musim, kami masing-masing (28 anggota) kami dapat menghasilkan pendapatan lebih dari 10 juta rupiah. Saya sendiri bisa mendapatkan lebih dari 20 juta rupiah dalam satu musim. Puji Tuhan, dari “kaktus” ini saya dapat mengirim anak-anak saya ke jenjang pendidikan tinggi dengan biaya sekolah yang cukup mahal, dengan biaya lebih dari lima juta rupiah per semester.  Saya dan suami tidak pernah membayangkan bahwa kami dapat memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anak kami. Tuhan itu baik.” Ujar Ephania.

Pengabdian Seorang Sarjana Dalam Mengembangkan Masyarakat Desa

By jerrybrand,

Bersama Yayasan TLM-GMIT membangun bangsa dari desa

Kebun produktif merupakan program pengembangan masyarakat yang telah dijalankan oleh Yayasan Tanaoba Lais Manekat GMIT (YTLM – GMIT) sejak tahun 2014 dalam meningkatkan pendapatan keluarga miskin di desa dengan memanfaatkan lahan tidur.  Program ini bertujuan untuk mengubah lahan tidur atau lahan tidak produktif menjadi produktif sehingga dapat menghasilkan tanaman produktif bernilai ekonomis yang dapat membantu masyarakat meningkatkan standar hidup mereka baik dari segi kesehatan maupun ekonomi.

Sejak 2014 hingga sekarang 2018, YTLM-GMIT telah berhasil mengimplementasikan kebun produktif di 8 desa binaannya yang terletak di 4 kabupaten di NTT, yaitu desa Nekmese dan Sahraen di Kabupaten Kupang, desa Kiubaat dan Enonabuasa di kabupaten TTS, desa Kolobolon, Maubesi dan Lidamanu di kabupaten Rote Ndao serta desa Ngaru Kanoru di kabupaten Sumba Timur.

Program ini terbentuk dari hasil survey potensi desa yang dilakukan oleh fasilitator YTLM-GMIT di desa. Salah satu fasilitator adalah Freand Tedi Neno, seorang sarjana yang bersedia hidup di desa dan berbaur melakukan aktivitas sebagaimana masyarakat seperti berkebun, menaman dan memanen padi, memanjat tuak sehingga ia dapat merasakan bagaimana sulitnya hidup sebagai orang miskin di desa dan juga dapat diterima sebagai bagian dari masyarakat desa.

Freand Tedi Neno atau yang akrab disapa Freand lahir di Kupang, 18 April 1984. Freand adalah lulusan Universitas Nusa Cendana (UNDANA) Kupang fakultas administrasi bisnis. Freand menikah tahun 2016 dengan Sofeni Octavianus. Freand telah ditempatkan  sebagai fasilitator  di desa Kolobolon, Kecamatan Rote Tengah sejak 2014.

Dalam pelayanannya di desa sebagai fasilitator ia memberi pelatihan pertanian kepada masyarakat mengenai horticultural, cara mengolah kebun produktif, cara menggabungkan tanaman musiman agar mendapat penghasilan tetap, cara becocok tanam secara organic, perawatan dan pengolahan tanaman pasca panen. Selain itu Freand juga memberikan pelatihan kesehatan dan pendampingan pemerintah desa dalam perencanaan dan implementasi program desa.

Freand Tedi Neno menambahkan bahwa seorang fasilitor tidak hanya mendampingi dan mengawasi namun juga merupakan “sarana” penampung aspirasi masyarakat yang mewakili lembaga di mana ia bekerja. Untuk menampung aspirasi masyarakat, Freand mengadakan rapat rutin untuk mengevaluasi kerja mingguan anggota kebun produktif dan mendiskusikan target kerja minggu berikutnya serta membicarakan mengenai keuangan anggota dari hasil kebun. Hal ini dimaksud agar setiap keputusan yang diambil merupakan hasil kesepakatan bersama fasilitator (YTLM-GMIT)  dan masyarakat.

Freand mengatakan bahwa dengan pertemuan mingguan ini ia melihat bahwa anggota masyarakat mengalami perubahan dalam cara berpikir di mana yang sebelumnya  mereka menanam hanya untuk kebutuhan konsumsi, sekarang mereka melihat hasil panen sebagai sumber penghasilan yang dapat meningkatkan kehidupan ekonomi mereka. Selain itu, dengan adanya pertemuan mingguan yang melibatkan semua anggota, mereka pun semakin berani dalam berbicara mengemukakan pendapat dan aspirasi.  Di sisi lain, Freand melihat bahwa tujuan YTLM menempatkan fasilitator desa tercapai di mana masyarakat lebih inovatif dalam memaksimalkan potensi desa, masyarakat yang sudah berpenghasilan dari hasil panen mulai dapat merencanakan masa depan mereka dengan menabung.

Freand mengakui bahwa melayani sebagai seorang fasilitator bukanlah hal yang mudah, terutama bagi seorang lulusan universitas tinggi yang sering kali ingin mendapatkan pekerjaan di kota besar. Hal ini dikarenakan ia harus tinggal jauh dari keluarga serta harus beradaptasi dengan lingkungan dan gaya hidup yang baru. Namun pekerjaannya sebagai fasilitator dapat dimengerti oleh sang istri, Sofeni Octavianus yang sekarang melayani sebagai vikaris di jemaat wilayah Noebanu, klasis Amanatun Timur. Pelayanan Sofeni di desa membuat dia dapat memahami kesulitan masyarakat miskin di desa sehingga ia dapat terus mendukung pekerjaan suaminya dalam mengembangkan masyarakat.

Sekalipun banyak hal yang membuat pekerjaan sebagai fasilitator tidak mudah, Freand mengatakan bahwa Ia bangga dan senang menjadi seorang fasilitator karena ia dapat menjadi agen perubahan.  Dengan perubahan-perubahan positif yang terjadi pada masyarakat, Freand mengaku bahwa menjadi fasilitator merupakan suatu pelayanan yang membanggakan. Freand juga mengemukakan bahwa alasan ia senang menjadi bagian dari YTLM-GMIT sebagai seorang fasilitator;

Bekerja sebagai seorang fasilitator desa Yayasan TLM-GMIT telah meningkatkan kehidupan saya secara ekonomi serta membuat saya dapat menggapai cita-cita untuk mengembangkan masyarakat desa.” Freand juga menambahkan bahwa menurut dia kebun produktif merupakan solusi untuk menciptakan lapangan kerja di desa sehingga masyarakat betah hidup di desa dan tidak terdesak untuk mengadu nasib ke kota atau harus menjadi TKI dan TKW untuk memenuhi kehidupan hidup.

Budidaya Tanaman Buah Naga sebagai Salah Satu Solusi Peningkatan Pendapatan Masyarakat Desa Kolobolon

By jerrybrand,

Buah naga dikelompokan kedalam keluarga tanaman kaktus. Meskipun dikenal sebagai buah dari Asia, tanaman ini aslinya berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Pada tahun 1870, bangsa Perancis membawa buah naga dari Guyana ke Vietnam sebagai tanaman hias. Karena rasanya manis, buah naga kemudian dikonsumsi secara meluas di Vietnam dan Cina.

Di Indonesia, buah naga mulai populer sejak tahun 2000. Tidak jelas benar siapa yang pertama kali mengembangkannya. Diperkirakan buah naga yang masuk ke negeri kita berasal dari Thailand dan dibudidayakan oleh para pehobi tanaman secara sporadis.

Saat ini terdapat beberapa spesies tanaman buah naga yang banyak dibudidayakan. Jenis-jenisnya buah populer yaitu:

  • Hylocereus undatus kulitnya merah dengan daging buah putih
  • Hylocereus polyrhisus kulit merah dengan daging buah merah
  • Hylocereus costaricensis kulit merah dengan daging buah merah pekat agak keunguan
  • Hylocereus megelanthus kulitnya berwarna kuning dengan daging buah putih.

Budidaya buah naga sangat cocok dengan kondisi iklim dan alam Indonesia. Tanaman ini tumbuh optimal pada ketinggian 0-350 meter dpl dengan curah hujan sekitar 720 mm per tahun. Suhu udara ideal bagi pertumbuhan buah naga berkisar 26-36 derajat celcius.  Selain itu buah naga mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi di pasaran karena mengandung nilai gizi yang tinggi dan cita rasa yang unik menjadikan buah naga salah satu buah favorite saat ini.

Melihat karakteristik dan peluang ekonomis dari tanaman buah naga, maka Yayasan TLM membantu masyarakat desa Kolobolon untuk menanam tanaman ini, bentuk bantuan yang diberikan adalah penyediaan bibit tanaman buah naga, pendampingan dan pelatihan Teknik bercocok tanam buah naga sampai tahap pasca panen.

Pada bulan Maret tahun 2015, Yayasan TLM memulai dengan membentuk kelompok tani dari masyarakat,  dari hasil pertemuan maka terbentuk kelompok tani yang berjumlah  12 Kepala Keluarga dengan 36 anggota.

kelompok tani bersama fasilitator dari Yayasan TLM membuat perencanaan untuk menanam tanaman buah naga di lahan yang tersedia.  Proses penanaman terdiri atas beberapa tahap, antara lain;

Tahapan Pertama – Pengolahan Lahan

Tahap ini termasuk persiapan bibit, pengolahan lahan, pembuatan tiang panjat dan pemupukan awal.  Untuk bibit, digunakan batang dari tanaman buah naga yang sudah pernah berbuah.  Cara ini biasa disebut cara vegetative, dinilai lebih mudah dan murah dibandingan dengan cara generative (dari biji).

Yayasan TLM menawarkan Teknik bercocok tanam organik dan menggunakan bahan baku yang tersedia di lingkungan desa sebagai pupuk, dengan cara itu bisa menekan biaya produksi dan memaksimalkan pemanfaatan bahan baku yang tersedia, seperti sisa kotoran ternak dapat dijadikan pupuk kendang, sisa daun-daun tanaman dapat dijadikan pupuk hijau.

Tanah di olah agar gembur dan lobang tanam dibuat sesuai ukuarn tanam, kemudian diberi pupuk organik dan di buatkan tiang panjat agar nantinya pohon naga tumbuh dan terjaga oleh tiang tersebut.

Untuk 50 tanaman hanya membutuhkan lahan seluas 100 m2, jarak tanam berjarak 2,5 meter dari 1 pohon ke pohon lain dengan jalur jalan di tengah  sebagai jalan.

Pengolahan lahan tidur menjadi kebun produktif

 

Tahap Kedua – Penamanan

Sebelum ditanam, stek buah naga dikembangkan pada bedeng untuk menumbuhkan akar-akarnya, kurang lebih butuh waktu 1 bulan sampai tanaman siap di tanam di lubang.  Setelah siap tanam,   anakan buah naga dimasukan kedalam lubang tanam dan diberi air secukupnya.

Tahap Ketiga – Pemeliharaan

Tanaman buah naga mempunyai daya tumbuh yang baik, adaptasi dengan lingkungan yang baik, sehingga tidak memerlukan perawatan yang intensif, cukup memperhatikan pengairan (tidak perlu air yang banyak, karena jenis kaktus), pembersihan gulma, pengendalian hama penyakit seperti tungau dan kutu.  Selain itu pemeliharaan yang tak kalah penting adalah pemangkasan agar tanaman cepat berbuah.  Umur tanaman dari sejak ditanam sampai berbuah berkisar 6 sampai 8 bulan.  Setelah itu setiap tahun (bulan Oktober sampai April) tanaman buah naga akan rutin berbuah dan hasilnya semakin meningkat.

Tabel 1. Jumlah dan berat buah naga yang ditanam di Desa Kolobolon

Tahun Jumlah Buah Berat Buah
Pertama (2015) 10 buah/pohon 4-6 buah/kg
Kedua (2016) 20 buah/pohon 3-5 buah/kg
Ketiga (2018) 30 buah/pohon 2-3 buah/kg

Sumber : Yayasan TLM

Tahap Keempat – Pemanenan

Setelah ditanam selama 6-8 bulan, tanaman buah naga akan mulai berbunga.  Pada tahap ini bunga yang muncul pada sisi batang akan bertumbuh sampai siap untuk fase penyerbukan.  Uniknya fase ini hanya terjadi dari jam 21.00 sampai 08.00, jika tidak terjadi penyerbukan maka bunga akan menutup dan akan gugur, tetapi jika terjadi penyerbukan maka bunga akan menutup dan berubah menjadi buah.  Karena itu pada tahap penyerbukan dapat dilakukan penyerbukan manual untuk membantu agar penyerbukan dapat terjadi.

Waktu yang diperlukan dari pembentukan bunga sampai untuk buah naga siap dipanen berkisar 35 sapai 40 hari.  Jika sudah siap untuk dipanen, maka pemotongan bisa dilakukan pada pangkal buah dan waktu pemotongan pada pagi hari karena pada saat itu buah dalam keadaan optimal dan penguapan belum banyak.

Tahap Kelima – Pasca Panen

Setelah buah dipanen, maka buah siap dijual ke konsumen.  Pengalaman di desa Kolobolon harga jual di tempat pada tahun 2015 adalah Rp. 35.000 per kilogram.  Dengan jumlah buah 3-5 buah per Kilogram.  Bila setiap tahun jumlah buah dan berat buah semakin meningkat maka diharapkan pendapatan dari usaha tanaman buah naga juga akan meningkat.  Sebagai gambaran dapat di buat sebuah Analisa Usaha budidaya Tanaman Buah naga di desa Kolobon, sebagai berikut :

Tabel 2. Analisa Usaha Budidaya Tanaman Buah Naga di Kolobolon untuk 50 tanaman

1.      Pengeluaran

a.      Biaya Produksi Tahun 1

Stek tanaman 50 batang @ Rp. 15.000

 

 

Rp.    750.000

2.      Pemasukan

a.      Tahun 1 : 50 X 2 Kg X Rp. 35.000 (asumsi tahun pertama 1 pohon menghasilkan 2 Kg)

b.      Tahun 2 : 50 X 4 Kg X Rp. 35,000 (asumsi tahun kedua  1 pohon menghasilkan 4 Kg)

 

Rp. 3.500.000

Rp. 7.000.000

3.      Keuntungan

a.    Tahun 1 (Pemasukan tahun1 – biaya produksi)

b.    Tahun 2

 

 

Rp. 2.750.000

Rp. 7.000.000

 

 

Bila melilhat perhitungan Analisa Usaha Budidaya Tanaman Buah Naga yang cukup menjanjikan, dapat dipastikan jika masyarakat di desa Kolobolon yang  menanam buah naga maka dapat menjadi alternative penambahan pendapatan mereka, selain itu lahan tidur dapat dimanfaatkan menjadi lahan produktif.

Jumlah penduduk desa Kolobolon pada tahun 2017 adalah  1584 jiwa, terdiri atas 348 Kepala Keluarga, seandainya setiap keluarga menanam pohon naga di kebun atau pekarangan rumah seluas 100 m2 menanam sebanyak 50 pohon buah naga, dalam 1 tahun pertama dapat minimal Rp. 3.500.000 dan akan terus meningkat pada tahun berikutnya seiring dengan usia tanaman.

Tanaman buah naga sangat menjanjikan karena permintaan akan produk dari buah naga yang masih tinggi untuk pasar lokal.  Yayasan TLM berkomitmen untuk bekerjasama dengan masyarakat desa untuk memanfaatkan lahan-lahan tidur dijadikan lahan produktif, mendampingi dari segi Teknik bercocok tanam dan system pengairan, juga mendampingi untuk memasarkan produk dari pertanian.  Diharapkan dengan kehadiran Yayasan TLM di masyarakat, khususnya desa Kolobolon bisa memberikan kesempatan baru untuk peningkatan taraf hidup yang lebih baik.

Tanaman buah naga sebagai produk unggulan kebun produktif Kolobolon yang tumbuh subur dan siap panen

 

Penjualan hasil panen buah naga

 

 

 

YTLM – GMIT memberikan Harapan Baru Bagi Warga Miskin di Desa Kolobolon

By jerrybrand,

Harapan baru yang diberikan YTLM adalah memanfaatkan lahan tidur (tidak produktif) menjadi Kebun Produktif sebagai sumber pendapatan warga

Kolobolon merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Rote Tengah, Kabupaten Rote Ndao. Desa Kolobolon berdiri pada tahun 1968. Pada tahun 2018, populasi di Kolobolon berjumlah 1.587 orang yang 80% di antaranya merupakan petani musiman di mana hasil panen mereka bergantung pada debit air di musim hujan. Hal ini membuat hasil kebun dan sawah warga Kolobolon hanya dimanfaatkan sebagai konsumsi sehari-hari dan tidak dipasarkan guna mendatang penghasilan. Selain kurangnya akses air untuk penyiraman tanaman, kondisi tanah di Kolobolon sendiri merupakan lahan tidur yang kering dan berbatu sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan budidaya tanaman produktif.

Pada tahun 2014, Yayasan TLM-GMIT sebagai salah satu  lembaga pemberdayaan masayarakat yang memiliki program peningkatan ekonomi masyarakat, melalui stafnya melakukan survey di desa-desa yang akan dijadikan desa binaan. Dari hasil survey dan kesepakatan dengan Bapak Watson Sodi Mbuik yang saat itu menjabat sebagai kepala desa Kolobolon, memutuskan untuk menjadikan Desa Kolobolon sebagai salah satu desa binaan dengan program unggulan kebun produktif.

Awal pengolahan lahan tidur menjadi kebun produktif

 

Lahan tidur yang telah menjadi kebun produktif dengan ditanami Buah naga sebagai tanaman unggulan serta berbagai macam Jenis sayuran

 

Warga melibatkan anggota keluarga dalam pengelolaan kebun produktif. Hal ini dilakukan karena penjualan hasil panen untuk memenuhi kebutuhan keluarga

Warga terlibat aktif mengelola kebun karena telah menikmati hasilnya

Keberhasilan membudidayakan tanaman naga sebagai tanaman unggulan di kebun produktif Desa Kolobon, selain menjadi sumber penghasilan bagi warga, juga menjadikan Desa Kolobolon sebagai satu-satunya desa penghasil buah naga dengan cita rasa yang khas dan unik di Kabupaten Rote Ndao.

Atas keberhasilan tersebut, Departemen Hukum dan HAM Propinsi NTT berniat akan mengusahakan Desa Kolobolon untuk mendapatkan hak paten atas tanaman unggulan buah naga tersebut tentang cita rasa dan kekhasannya sehingga dapat dibedakan dengan buah naga produk daerah lain.

Tanaman buah naga sebagai produk unggulan kebun produktif Kolobolon yang tumbuh subur dan siap panen

Penjualan Hasil Panen Buah Naga dari Desa Kolobolon dengan cita rasa yang khas

Pemanfaatan lahan tidur menjadi lahan produktif di desa Kolobolon

By jerrybrand,

Sejak tahun 2014 Yayasan TLM terlibat secara langsung untuk membantu masyarakat desa Kolobon untuk mengembangkan lahan-lahan tidur menjadi lahan yang produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat desa Kolobolon.  Yayasan TLM melalui fasilitator desa yang tinggal, bersama masyarakat desa Kolobolon mulai mengelola lahan tidur seluas 5000 meter persegi untuk menjadi kebun produktif.  Ada sekitar 22 orang (12  Kepala Keluarga) yang terlibat dalam kegiatan ini dan diketahui oleh pemerintah desa setempat.

pembuatan pagar di lahan tidur desa Kolobon

 

tiang kayu untuk tanda tanah sudah di beri pupuk kandang di kebun pengembangan desa Kolobolon

persiapan lahan untuk menanam buah naga

Pertama-tama, lahan yang ada di bersihkan kemudian diolah dan diberi pupuk kendang untuk memperkaya unsur hara pada tanah yang ada.  Yayasan TLM memperkenalkan Teknik bercocok tanam menggunakan pupuk organik, selain karena alasan kesehatan dan ekonomi juga sumber pupuk tersedia melimpah di sekitar penduduk.  Setelah lahan dipersiapkan maka lahan siap untuk ditanam dengan tanaman produktif, seperti Bawang Merah (Allium cepa), bawang putih (Allium sativum), Kacang Buncis (Phaseolus vulgaris), Sayur Sawi (Brassica rapa), Sayur Kangkung (Ipomoea aquatica), Buah Naga  (Hylocereus polyrhizus), Tomat (Solanum lycopersicum) dan Cabai Merah (Capsicum frutescens).

tanaman bawang lokal di desa Kolobolon

 

tanaman bawang lokal di desa Kolobolon

 

tanaman tomat dan cabai di lahan produktif desa Kolobolon

 

tanaman buncis paria, kacang panjang dan ketimun di bedengan mulsa desa Kolobolon

Untuk mengairi tanaman yang sudah ditanam, Yayasan TLM membantu untuk memanfaatkan sumber air terdekat sehingga dapat mengairi tanaman yang sudah ditanam.  Menggunakan teknologi Hydram, air di alirkan dari sumber air sampai ke lokasi penanaman melalui pipa yang di pasang dan ditampung pada sebuah bak penampungan, sehingga air bisa dimanfaatkan dan mengurangi tenaga pengangkutan air untuk pengairan tanaman.  Selama ini masyarakat mengambil air dari sumber air sisa irigasi sawah yang letaknya kurang lebi 300 meter di-atas lahan produktif, tetapi setelah air habis maka tanaman tidak dapat diberikan air.  Dengan menerapkan teknologi Hydram maka air diambil dari sumber air (sungai) yang letaknya di-bawah dari lokasi lahan produktif tetapi air dapat dialirkan ke atas dan pengairan tetap terjaga.

pipa hydram di desa kolobolon

 

pipa hydram menaikan air ke tempat yang lebih tinggi di desa kolobolon

 

penampungan air di lahan produktif desa Kolobolon

 

pemanfaatan air dengan teknologi Hydram untuk pertanian

Pada tanggal 7 Mei 2018 anggota DPD RI, Ir. Abraham Paul Liyanto mengunjugi desa Kolobolon, tepatnya di lokasi perkebunan produktif yang di kerjakan oleh Yayasan TLM dengan masyarakat setempat.  Dalam kunjungannya, Senator Paul Liyanto melihat dan memberikan apresiasi kepada Yayasan TLM karena sudah membantu secara nyata program pemerintah, khususnya pembangunan desa melalui program kebun produktif, pengelolaan air dengan teknologi Hydram juga pendampingan implementasi Undang-Undang Desa sehingga masyarakat dan pemerintah desa dapat memanfaatkan dana desa dengan tepat juga menyusun rencana tahun berikutnya

Anggota DPD RI Ir Abraham Paul Liyanto mengunjungi Kebun Produktif Desa Kolobolon

 

Anggota DPD RI Ir Abraham Paul Liyanto mengunjungi Kebun Produktif Desa Kolobolon